Laman

Rabu, 15 Desember 2010

Peran Thoriqoh Dalam Membersihkan Hati


Bila kita mau melihat lebih jauh tentang filosofis atau makna‘ Al Mudghoh’ yang di sebutkan pada bahasan sebelumnya ((ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب) [البخاري ومسلم]). Mudghoh atau hati letaknya di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia membutuhkan perhatian yang serius. Perlu kita ketahui bahwa penyakit-penyakit manusia bersumberkan dari hati . baik dan tidaknya metabolism tubuh seseorang tergantung pada baik dan tidaknya darah darah orang tersebut. Dan darah itu akan menjadi baik dan tidak tergantung dua hal:

Pertama; apa yang dimakan dan yang dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Apa yang dimakan adalah harus sehat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging-dagingan yang memperkuat stamina. Kemudian darimana yang kita makan atau bagaimana cara mendapatkan makanan itu. Yang jelas makanannya harus halal, halal disini sudak mencakup pengertian makanan itu diperoleh dengan cara yang benar.

Kedua darah itu baik dan tidaknya adalah bersumber dari pencernaan. Pencernaan yang berfungsi dengan baik akan membuat darah baik dan begitu juga sebaliknya; jika pencernaannya tidak berfungsi dengan baik maka darah yang dihasilkannya juga tidak baik.

Upaya untuk membantu memperbaiki pencernaan biasa kita lakukan paling tidak satu tahun sekali; yaitu puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diantara manfaatnya adalah membersihkan semua organ-organ manusia. Panasnya pencernaan orang-orang yang berpuasa akan membakar hal-hal yang negative dalam pencernaan seperti bachsil dan bakteri. Dan lain sebagainya. Dengan demikian pencernaan dapat kita analogikan seperti bejana yang kita gunakan untuk memasakn segala sesuatu.

Kita bayangkan seandainya bejana itu tidak pernah dicuci. Setalah kita gunakan untuk memasak ikan laut, kita gunakan untuk memasak telur, terus demikian silih beganti sehingga menimbulkan kerak pada bejana itu. Demikian pula pencernaan, kerak-kerak, imbas daripada yang kita makan lambat atau cepat mempengaruhi proses kerja perncernaan atas makanan yang kita konsumsi.

Sangat jelas sekali bahwa pencernaan tidak bisa bekerja sendiri. Hasil proses pencernaan dilimpahkan ke ginjal, pancreas sampai pada liver. Dari kerja sama yang kompak menghasilkan beberapa hal, diantaranya darah putih, darah merah, sperma, keringat, air kencing dan kotoran.

Dari hasil kerja sama yang baik antara organ tubuh manusia tersebut akan menghasilkan lima hal di atas yang baik pula. Bila akibat proses kerja pencernaan yang kurang baik sehingga terjadi darah kotor dalam tubuh manusia, maka sangat diperlukan sekali pembersih. Yang pertama untuk membersihkan pencernaan yang menjadi sumber pengelola makanan dalam tubuh. Kedua membersihkan apa yang telah di olah.

Tugas liver adalah menjatah atau menyalurkan darah ke jantung, ke otak kecil. Apakah tidak mungkin apabila darah atau kotoran akan mempengaruhi fisik otak manusia serta sarafnya. Sehingga kurang mampu untuk berfikir baik, membuka wawasan, dan pandangan yang jauh. Apalagi jelas kita tidak menginginkan pola fikir-pola fikir yang kurang baik. Yang tidak menguntungkan bagi pribadi kita, baik dalam urusan dunia dan maupun akhirat kita.

Dengan hasil darah yang baik, sehat, akan sangat membantu dalam kecerdasan; dari kecerdasan hati sampai kecrdasan akal. Sehingga menumbuhkan pola fikir dan wawasan serta pandangan yan jernih. Bisa memilah mana yang menguntungkan dalam dunia dan akhiratnya. Dan mana yang merugikan dalam kedua hal tersebut.

Secara fisik saja sangat memerlukan kesehatan dan kebersihan. Hati adalah bagian tubuh manusia yang sangat berperan dalam memberikan atau dalam mensuport pola fikir, wawasan dan pandangan manusia, karena hati adalah tempatnya iman dan tempatnya nafsu. Lalu apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai alat untuk membersihkannya.

Kita harus memberikan makanan hati serta pembersihnya seperti ilmu ma’rifat dan lain sebagainya, yang terkait dengan keimanan serta pertumbuhannya. Paling tidak kita bisa memilih mana yang di dorong oleh imannya dan mana yang didorong oleh nafsunya.
Seperti masalah pencernaah diatas bukan sesuatu hal yang mustahil bilamana kita mendiamkan kotoran-kotoran hati maka akan mempengaruhi pola fikir yang pada dasarnya akan merugikan diri sendiri.

Selasa, 14 Desember 2010

BEKERJA SEBAGAI IBADAH

Allah Maha Pemurah kepada setiap manusia, terlebih lagi kepada umat-Nya yang taat. Rezeki yang halal adalah salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada umat-Nya. Salah satu pintu rezeki yang dibukakan Allah untuk umat-Nya adalah melalui bekerja. Dengan bekerja, jalan rezeki yang akan diberikan Allah akan menjadi terbuka lebih mudah. Tetapi, kembali lagi kepada tujuan awal dan niat kita dalam bekerja.

Abu Bakar As-Shiddiq

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar As-Sidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.
Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup demi menjaga kehormatan Umar.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur’an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria.
Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu shabat yang sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut memakamkan Rasullullah.
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, atas wasiat Abu Bakar Umar ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh seluruh perwakilan muslim saat itu.
Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya digantikan oleh Utsman bin Affan.

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar As-Sidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.
Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup demi menjaga kehormatan Umar.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur’an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria.
Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu shabat yang sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut memakamkan Rasullullah.
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, atas wasiat Abu Bakar Umar ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh seluruh perwakilan muslim saat itu.
Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya digantikan oleh Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Utsman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah

Mengucapkan Salam

Disunahkan mengawali menyapa (mengucakan salam) kepada sesama muslim. Hal tersebut menjadi disunahkan dikarenakan di dalam salam itu sendiri mengandung doa bagi orang yang kita salami. “Wahai manusia! Sebarkanlah salam, hubungkanlah tali silaturrahmi, berilah makan dan dirikanlah shalat malam di saat manusia tertidur lelap; niscaya kalian akan masuk surga dengan damai” (HR. Al-Tirmidzi).

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, suatu ucapan yang seringkali kita ucapkan kepada muslim lainnya dengan maksud memberikan salam kepadanya. Tetapi dibalik itu, apakah kita sebagai orang yang mengucapkan salam tersebut mengetahui apa yang kita ucapkan atau doakan kepada orang tersebut?

Adapun doa yang terkandung dari salam itu sendiri ada tiga doa, yaitu :

1. Assalamu’alaikum, doa pertama yang berarti semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu

2. Warahmatullahi, doa kedua yang berarti semoga engkau dirahmati Allah

3. Wabarakatuh, doa yang ketiga ini berarti semoga engkau diberikan barokah

Sehingga apabila ketiga doa ini disatukan, maka akan dijumpai seuntai doa yang sangat mulia yang diucapkan oleh seorang muslim kepada muslim yang lainnya, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… Semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu diiringi dengan rahmat dari Allah dan juga barakah dari Allah untukmu. Coba kita bayangkan apabila kita selalu menyapa saudara kita dengan doa yang begitu dan mulia seperti diatas, alangkah indahnya persaudaraan yang terjalin disertai doa-doa yang sangat mulia kepada sesama.

Diriwayatkan hadist dari Imran bin Husain Ra. yang berkata, “Seorang Arab pedalaman (a’rabi) datang kepada Nabi Muhammad SAW. dan mengucapkan “Assalamu’alaikum”. Rasulullah menjawabnya, ia kemudian duduk. Rasulullah lantas berkata “Sepuluh” . Kemudian, datang yang lain dan mengucapkan “Assalamu’alaikum Warahmatullah”. Rasulullah menjawab, ia duduk. Rasulullah berkata “Dua puluh”. Kemudian datang lagi yang lain dengan ucapan “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”. Rasulullah menjawab, ia duduk dan Nabi SAW. berkata “Tiga puluh” (yakni tiga puluh kebaikan).”

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. berkata, “Hendaklah orang yang lebih kecil memberi salam kepada yang lebih besar darinya, orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki, dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak” (Muttafaq ‘Alaih).

Di dalam sebuah hadist riwayat Bukhari Muslim disebutkan pula bahwa tidak diperbolehkan mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, kecuali jika ia termasuk ahli bid’ah, kesesatan dan kemaksiatan yang justru dianjurkan untuk terus menjauhinya. Dengan salam, seorang muslim terbebas dari dosa mendiamkan orang muslim.

Dengan salam kita telah mendoakan orang-orang yang kita cintai secara langsung. Semoga dengan menyebarkan salam, ukhuwah yang telah ataupun baru akan terjalin dapat menjadi lebih erat dan diberkahi oleh Allah SWT.

Insya Allah, Amin ya Robbal Al Amin..

Kisah Ali bin Abi Tholib

Ali bin Thalib, salah satu dari empat sahabat Nabi yang juga merupakan sepupu Nabi Saw. Dilahirkan 10 sebelum kenabian Nabi Saw. Ali bin Abi Thalib putra dari paman Nabi Saw Abu Thalib, yang meski hingga akhir hayatnya belum menyatakan dirinya untuk masuk ke dalam Agama Allah, tetapi Abu Thalib dikenal sebagai pelindung utama Nabi dalam proses dakwah dalam menyebarkan ajaran Islam.

Semenjak kecil diusianya yang ke 6 Ali bin Thalib tinggal bersama Nabi Saw, hal ini karena pamannya Abu Thalib orang yang miskin dan mempunyai banyak anak. Karenanya Ali bin Abi Thalib adalah orang yang mendapatkan didikan langsung dari Rosulullah semenjak kecil, sehingga tidak mengherankan jika dia tumbuh sebagai sosok yang cerdas, berpengetahuan luas, alim, suci, simpatik serta peduli terhadap fakir miskin.

Ali juga tumbuh sebagai pribadi yang sangat sederhana, yang mampu membiasakan dirinya dalam kondisi kesempitan, tidak mau makan-makanan yang enak, berpakaian dengan sangat sederhana. Karenanya dia juga dikenal sebagai orang yang zuhud terhadap kehidupan dunia. Hal ini juga dipraktekkannya ketika dia menjadi Khalifah sepeninggal Ustman bin Affan. Dia tetap menjadi seorang yang sederhana tanpa pengawal dan hanya mengendarai keledai kemanapun dia pergi. Read more…



Ali tidak hanya menjadi saudara tetapi juga sahabat Nabi Saw yang paling banyak berhubungan dan bersentuhan dengan beliau. Dia termasuk golongan orang yang pertama-tama menyatakan keimanannya terhadap ajaran Allah setelah istri beliau Khadijah binti Khuwailid. Masuknya Ali bin Abi Thalib ke dalam ajaran Islam di mulai ketika pada suatu hari Ali masuk ke rumah Rosulullah. Ia melihat Nabi Saw sedang melaksanakan sholat bersama istrinya Khadijah. Setelah keduanya melaksanakan sholat. Ali kemudian bertanya: “apa ini?”, kemudian Nabi Saw menjawab: “ini adalah agama Allah, dengan menurunkan agama ini, Dia juga mengutus seorang rasul. Aku mengajakmu untuk memeluk agama Allah, meng-esakan dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Aku juga mengajakmu untuk beribadah kepadaNya dan meninggalkan adanya Lata dan ‘Uzza”.

Kemudian Ali berkata:”Ini adalah hal yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku belum bisa memutuskannya hingga aku menceritakan hal ini kepada ayahku Abu Thalib”. Mendengar hal tersebut, Nabi Saw khawatir rahasia tersebut akan menyebar sebelum beliau mengumumkannya sendiri. Kemudia beliau berkata”Ali, jika engkau masih tidak mau masuk ajaran Allah, sembunyikan hal ini dan jangan bercerita kepada siapapun”.

Pada malam harinya Ali berfikir tentang apa yang telah dilihatnya dan dibicarakan bersama Rosulullah. Ali tahu bagaimana sosok Rosulullah yang bijaksana, amanah serta penuh kelembutan. Kemudian tanpa ragu, keesokan harinya Ali berdiri dihadapan Rosulullah dan menyatakan keislamannya.

Ali adalah orang yang pertama masuk Islam dari kalangan remaja. KeIslamannya ini disembunyikan dari sang ayah Abu Thalib. Namun tak lama kemudian, Abu Thalib mengetahui jika anaknya masuk Islam, tetapi dia tidak memarahinya dan bahkan meyuruh Ali untuk tetap berpegangteguh pada agama yang dianutnya. Dukungan yang diberikan oleh ayahnya Abu Thalib membuat hati Ali semakin kuat mengimani ajaran Allah. Hal tersebut juga dilakukan oleh Abu Thalib kepada putranya yang lain Ja’far, dimana dia menyuruh Ja’far untuk melakukan sholat di belakang Nabi Saw di saat Ja’far melihat saudanya Ali sedang melaksanakan sholat di belakang Nabi Saw.

Masuknya Ali kedalam ajaran Allah, menambah barisan Islam semakin kuat. Karena Ali juga dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani. Keberanian Ali ini dibuktikan ketika pada suatu ketika Rosulullah hendak melaksanakan perintah Allah untuk berhijrah dari Makkah menuju Madinah bersama Abu Bakar As-Shiddiq, Nabi Saw menyuruh Ali untuk menginap dan tidur di ranjang beliau. Hal itu dilakukan untuk mengecoh perhatian kaum Quraish yang akan melakukan penggrebekan dan pembunuhan di rumah Nabi Saw. Ali mengemban amanah tersebut tanpa rasa takut. Sehingga kaum Quraish terpedaya karena tidak mendapati Nabi Saw di ranjangnya, dan malah mendapati Ali bin Abi Thalib. Setelah peristiwa tersebut, Ali menyusul Nabi Saw berhijrah ke Madinah dengan banyak melakukan perjalanan pada malam hari demi keamanan dirinya.

Keberanian Ali juga ditunjukkannya dalam setiap peperangan yang dialami Rosulullah, dimana dia selalu menjadi seorang pahlawan yang gagah berani dan selalu membawa panji kebesaran Islam dalam perang-perang besar yang dialami Rosulullah Saw. Ali tidak pernah melewatkan satu peperanganpun kecuali perang tabuk. Hal itu karena Nabi memintanya untuk tetap tinggal di rumah.

Pada perang Badar, hampir separuh dan jumlah musuh yang mati, tewas di ujung pedang Imam Ali a.s. Pada perang Uhud, yang mana musuh Islam lagi-lagi dipimpin oleh Abu Sofyan dan keluarga Umayyah yang sangat memusuhi Nabi saw, Imam Ali a.s kembali memerankan peran yang sangat penting yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi mendengarkan wasiat Rasulullah agar tidak turun dari atas gunung, namun mereka tetap turun sehingga orang kafir Qurays mengambil posisi mereka, Ali bin Abi Thalib a.s. segera datang untuk menyelamatkan diri nabi dan sekaligus menghalau serangan itu.

Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Imam Ali bin Abi Thalib a.s. ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian. Demikian pula halnya dengan perang Khaibar, di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw ber-sabda: “Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib a.s. yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya hingga terbelah menjadi dua bagian.

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Rosulullah dengan putri bungsu kesayangan beliau Fatimah az-Zahra. Sehingga hubungan Ali dengan Rosulullah tidak hanya sebagai hubungan sahabat dan saudara tetapi juga sebagai seorang menantu.

Fatimah menjadi satu-satunya orang yang dicintai Rosulullah sepeninggal istrinya Khadijah. Semenjak kecil Fatimah sudah banyak merasakan kesusahan hidup di tengah penindasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraish. Berbagai peristiwa perjuangan ayahnya sangat membekas di dalam hatinya,sehingga membentuknya sebagai pribadi yang kuat. Kecintaan Rosulullah kepada Fatimah dinyatakan kepada Ali dalam pernyatannya: “Wahai Ali! Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia ia menyusahkan aku dan siapa yg menyenangkan dia ia menyenangkan aku…”

Sebelum menikahkan Fatimah dengan Ali bin Thalib, banyak sekali orang-orang datang untuk melamat putrid Rosulullah ini, tetapi Rosulullah telah memantapkan hatinya kepada Ali bin Abi Thalib yang menikahi putrinya dengan mahar 400 dirham. Dari perkawinan keduanya lahirlah dua orang putra yakni Hasan dan Husain dan dua orang putrid yakni Zainab dan Ummi Kultsum. Hasan dan Husain adalah cucu Nabi Saw yang beliau urus sendiri, sehingga keduanya mempunyai kedudukan tersendiri di hati Rosulullah. Keduanya lahir sebagai sosok yang kuat dan tegas dalam melawan kedzoliman. Bahkan Husain gugur sebagai pahlawan syahid dimana gugurnya Husain mempunyai dampak yang luar biasa bagi umat Islam hingga saat ini, sehingga namanyapun diabadikan dalam sejarah Islam.

Ali adalah sosok yang mempunyai kedudukan tersendiri di hati Nabi Saw, sehingga Rosulullah pernah bersabda:”Aku adalah gudang ilmu dan Ali bin Abi Thalib adalah kuncinya, barangsiapa menginginkannya, maka hendaklah ia mendatangi pintunya”

Keluasan ilmu yang dimilikinya, membuatnya selalu menjadi penasehat yang terpercaya baik pada masa pemerintah khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab maupun pada Ustman bin Affan. Ali adalah ulama besar, ahli fiqh, mujtahid, serta seorang hakim yang adil pada zamannya. Ali pulalah yang menyarankan Umar bin Khattab agar membuat kalender Hijriyah. Kemudian Umar mengumpulkan orang-orang dan berkata:”dari hari apakah kita menulis?” dan Ali menjawab: “dari hijrahnya Rosulullah Saw, yaitu ketika beliau meninggalkan negeri orang musyrik”.

Begitulah Ali bin Abi Thalib, yang selalu menjadi rujukan setelah wafatnya Rosulullah untuk memberikan pendapat dan solusi jika terjadi suatu permasalahan. Ketika Rosulullah Saw wafat, Ali jugalah yang mengurusi pemandian jasad beliau. Ali menyandarkan jasad Rosulullah ke dadanya, sedangkan di atas jasad beliau adalah pakaian Nabi yang digosokkan Ali pada tubuh beliau, sehingga ketika memandikannya Ali tidak menyentuh langsung jasad beliau dengan tangannya.

Sementara Ali bin Abi Thalib sendiri wafat karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Pembunuhan inipun sudah direncanakan sebelumnya, pembunuhan itu akan dilakukan pada tanggal 17 Ramadhan. Pada hari itu, Abdurrahman yang ditemani oleh dua orang lainnya yakni Syabib bin Bajrah dan Wardan ar-Rabbani bersembunyi di depan pintu rumah Ali bin Thalib. Ketika Ali keluar untuk melaksanakan sholat Shubuh, Abdurrahman memukulkan pedangnya tepat mengenai dahi Ali bin Abi Thalib. Setelah itu ia berusaha untuk melarikan diri, tetapi para jama’ah yang cukup banyak pada saat itu berhasil menangkapnya. Sementara Ali sendiri mengalami cedera akibat peristiwa tersebut dan tiga hari kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah selama tiga hari memberikan banyak wasiat baik pada kedua putranya Hasan dan Husain maupun kepada seluruh umat muslim. Diantara yang diwasiatkan oleh Ali bin Abi Thalib diakhir hayatnya adalah
1.Bahwa dia bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan yang Maha Esa dan tidak ada yang bisa menyekutukanNya dan Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
2.Janganlah mati kecuali dalam keadaan muslim.
3.Senantiasa berpegang teguh pada tali Allah dan jangan bercerai-berai.
4.Perhatikanlah kerabat-kerabatmu, sayangi anak-anak yatim, serta tetanggamu.
5.Amalkan al-Qur’an dan jangan sampai orang lain mendahuluimu dalam beribadah.
6.Laksanakan tysholat karena itu adalah tiang agama.
7.Jangan sampai sampai rumah Allah (masjid) menjadi sepi.
8.Berjuanglah di jalan Allah dengan segenap harta dan jiwa.
9.Laksanakan zakat.
10.Jangan berbuat Dzalim, santuni fakir miskin.
11.Laksanakan sholat.
12.Janganlah takut akan cacian orang karena Allah akan melindungi
13.Berkatalah dengan perkataan yang baik.
14.Berbuat amr ma’ruf nahi mungkar.
15.Takutlah pada siksa Allah

Begitulah diantara wasiat Ali bin Abi Thalib sebelum dia mengucapkan “La ilaaha illallah” dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tempat dimakamkannya Ali bin abi Thalib masih banyak diperdebatkan, ada yang mengatakan Ali dimakamkan di ar-Rahbah di masjid jami’Kufah, ada yang mengatakan beliau dimakamkan di samping istana Negara. Ada juga yang mengatakan bahwa Hasan membawanya ke Madinah al-Munawwarah dan menguburkan di Baqi’ di sisi kuburan istrina Fatimah. Sementara para ahli sejarah mengatakan bahwa kuburan Ali ada di Najaf al-Asyraf dan tempat inilah yang banyak didatangi oleh banyak orang untuk berziarah

Senin, 13 Desember 2010

THM (tujuan hidup manusia)

Tujuan hidup manusia sudah jelas adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat, sebagaimana sering kita ucapkan dalam doa :

"Rabbana aatina fiddun-yaa hasanah wafil akhirati hasanah, waqinaa adzabannar".

Untuk mendapatkan kebahagiaan dunia telah diuraikan di depan, adalah berusaha untuk menjadi Ahsani Taqwim dan Khalifah fil Ardhi, namun untuk kebahagiaan akherat perlu kita teliti lebih jauh.

Batas kehidupan akherat adalah kematian, sebagaimana firman Allah SWT :

"Setiap yang berjiwa pasti merasakan mati." (Q.S Ali Imran : 185)

Kalau kita bicara tentang suatu kepastian maka mati adalah suatu hal yang pasti kita alami semua, namun pertanyaan berikutnya adalah sesudah mati, kita akan kemana?

Kembali lagi Al Quran memberi petunjuk sesunguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali." (Q.S Al Baqarah:156)

Pertanyaan berikutnya, apa benar kita akan kembali ke sana, bagi para pemikir yang kritis akan bertanya bagaimana caranya (metodenya). Kita sadari bahwa diri kita bisa dibedakan atas dua bagian utama yaitu unsur fisik dan metafisik (jasad dan ruhani).

Jasad yang dikubur itu akan mengalami pembusukan/pelapukan dan tentu saja akan terurai menjadi unsur-unsur benda mati kembali.

Apa benar ruhani kita kembali kepada Tuhan, ternyata ada syaratnya, Jiwa yang diterima atau dipanggil Allah ada kriteria dan batasannya seperti yang diungkapkan ayat Al Quran berikut :

"Hai jiwa yang tenang (suci). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridla lagi diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hmaba-Ku, dan masuklah ke dalam syurgaku." (Q.S Al fajr:27-30)

Bagaimana caranya mendidik jiwa agar dapat naik tingkat ke arah yang lebih tingi, caranya tidak lain adalah sebagaimana dalam Firman Allah yaitu :

"Beruntunglah manusia yang membersihkan jiwa dengan berdzikir (mengingat) nama Tuhannya dan mendirikan shalat." (Q.S Al A'la :14-15)

Dengan kata lain manusia bisa membersihkan/mensucikan jiwanya yaitu dengan cara MENGUNDANG YANG MAHA SUCI KE DALAM JIWA/HATINYA dengan cara menyebut nama-Nya (BERDZIKIR) dengan METODE/teknologi Al Quran /THARIQAT, sebagaimana diperintahkan Allah SWT :

"Dan bahwasannya jikalau mereka berjalan lurus di atas jalan (metode) yang benar, niscaya akan Kami turunkan hujan (Rahmat) yang lebat kemenangan/nikmat yang banyak)" (Q.S Al Jin : 16)

Iman Terkikis

Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan melaksanakan shalat Tahajjud seperti pada saat di luar Ramadhan, tapi beliau lebih giat lagi mengerjakannya, karena bulan Ramadhan adalah bulan bulan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam)

Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ganjaran, diampuni atas dosa-dosanya yang telah lalu.” Dengan penuh keimanan artinya tidak termasuk orang yang berpuasa bukan karena iman atau hanya karena menurut adat, sedangkan mengharapkan ganjaran maksudnya bukan berpuasa karena riya’ dan pamer.

Sepanjang malam bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bermunajat kepada Allah SWT. Betapa besarnya pahala bangun shalat malam, terlebih lagi pada bulan Ramadhan, yang agung. Begitu pula sujud, berwudhu’, berdoa, dan menangis, terlebih lagi pada bulan Ramadhan.

Ketika mendirikan shalat malam itu ditinggalkan oleh umat Islam, iman yang ada di dalam dada mereka menjadi terkikis dan keyakinan mereka menjadi lemah.

Generasi berganti, tapi tidak seperti generasi yang hidup bersama Rasulullah SAW dulu. Generasi yang ada sekarang hanya generasi yang lemah, terhina, dan penuh kemalasan, kecuali sebagian kecil mereka yang masih dirahmati Allah SWT. Sungguh sedikit di antara mereka yang bersyukur.

“Dan pada sebagian malam hari bersembahyang-Tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra: 79).

Engkau akan dibangkitkan pada hari Kiamat nanti seperti saat engkau bangun malam. Kedudukanmu ditentukan pula dengan apa yang engkau laksanakan di waktu malam hari. Pada hari itu tidak ada yang bisa memberi syafa’at dan pertolongan kecuali seizin Allah. Apa yang telah engkau perbuat di dunia, seperti itulah keadaanmu nanti dibangkitkan.

Bagi seorang muslim yang menginginkan kebaikan atas dirinya, ia mesti memperbanyak membaca Al-Quran, shalat malam. Apalagi di bulan Ramadhan, bulan untuk memperbaharui jiwa, bertabur kesempatan yang tidak akan tergantikan kapan pun, bulan taubat dan pembebasan dari api neraka.

Sungguh merugi dan bodoh sekali orang yang bertemu bulan Ramadhan tapi tidak bertaubat dari masa lalunya sehingga tidak mendapat pembebasan dari neraka.

Rasulullah SAW jika shalat malam tidak pernah lebih dari 11 rakaat, seperti yang diceritakan oleh Aisyah RA. Tapi satu rakaat yang beliau lakukan sungguh sangat lama. Dalam satu rakaat beliau bermunajad kepada Allah SWT, merenungi ayat-ayat-Nya. Beliau menghidupkan jiwanya dengan mentadabburi Al-Quran, menangis, dan merengek, bersujud, ruku’, dalam waktu lama, sehingga setiap rakaatnya menjadi suatu kebaikan, tidak ada yang lebih baik dari itu.

Membaca Al-Quran dengan tajwid serta shalat dengan tenang itu jauh lebih baik daripada memperbanyak rakaat tanpa itu semua. Dalam beramal, kualitas lebih penting daripada kuantitas. Begitu juga dalam membaca Al-Quran. Jangan membaca dengan tergesa-gesa dan jangan pula disenandungkan yang sampai merusak kata dan maknanya.

Ada orang yang hanya menamatkan Al-Quran sekali saja tapi karena bacaan, tajwid, dan penghayatannya sangat baik, kalamullah itu dapat mengobati penyakit dirinya dan luka hatinya. Al-Quran memang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membacanya.

Tapi ada juga orang yang menamatkan Al-Quran berkali-kali tapi Al-Quran itu tidak menjadi konsumsi hatinya dan tidak pula menjadi penguat bagi keyakinannya, karena ia membacanya tidak dengan penghayatan.

Rumah para salafush shalih pada bulan penuh rahmah dan berkah ini bergema seperti gema lebah yang memancarkan cahaya dan dipenuhi kegembiraan. Mereka membaca Al-Quran dengan tartil, memperhatikan keajaiban-keajaiban isinya, takut dan menangis terhadap peringatan-peringatan yang terdapat di dalamnya, berbahagia dengan berita gembiranya, saling mengingatkan dengan perintah-perintahnya, dan saling mencegah dengan larangan-larangannya. Al-Quran bila dibaca dengan baik dapat menggugah perasaan dan melapangkan hati orang yang mendengarkannya.

Merenungi Isinya

Al-Quran adalah petunjuk, kitab yang menuntun qalbu menuju Allah SWT.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan, ketika sahabat Bilal RA lewat di depan rumah Rasulullah SAW pada waktu sahur untuk mengumandangkan adzan subuh di masjid, ia mendengar Rasulullah SAW membaca ayat yang berbunyi, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan ihwal penciptaan langit dan bumi seraya berkata, ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari api neraka’.” (QS Ali Imran:190-191).

Ketika Rasulullah tahu bahwa Bilal ikut mendengarnya, beliau berkata kepadanya, “Baru saja turun kepadaku beberapa ayat Al-Quran. Sungguh celakalah orang yang membacanya tapi tidak merenunginya.”

Al-Quran memang teman hidup Rasulullah SAW, terutama di bulan Ramadhan. Karena itu terdapat banyak riwayat yang menyebutkan, para salaf dulu mengkhususkan bulan Ramadhan untuk merenungi Al-Quran dan tidak disibukkan dengan ilmu-ilmu lain walaupun memiliki keutamaan yang juga besar.

Menurut sunnah, membaca Al-Quran haruslah dengan perlahan dan penuh penghayatan. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tidaklah memahami Al-Quran orang yang membacanya (menamatkannya) kurang dari tiga hari.”

Rasulullah SAW berkata kepada Ibnu Amru, “Bacalah Al-Quran dalam tujuh hari (paling cepat menamatkannya) dan jangan kurang dari itu.”

Maka, menurut sunnah, menamatkan bacaan Al-Quran harus di atas tiga hari, jangan sampai kurang.
Cara yang lebih baik adalah membacanya dengan merenungi dan meresapi setiap maknanya, karena cara yang seperti itulah yang membawa hasil dan menambah keimanan.

Rasul pun Menangis

“Bulan Ramadhan itu yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185).

Al-Quran diturunkan ke langit dunia dari Lauh Al-Mahfuz pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan mendapat kemuliaan karena firman Allah SWT diturunkan pada bulan ini.

Oleh sebab itu Rasulullah SAW belajar Al-Quran bersama Jibril pada bulan Ramadhan. Setiap malamnya Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Jibril, mentadabburinya, membacanya, dan mengambil ibrah darinya. Rasulullah SAW hidup dengan Al-Quran dan menenteramkan hati dengannya.

Orang yang tengah berpuasa dan membaca Al-Quran, berarti telah menyatukan keintiman hubungan antara bulan Ramadhan dan Al-Quran, maka ia benar-benar hidup bersama Al-Quran. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS Shaad: 29).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (QS Muhammad: 24).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa: 82).

Pada bulan Ramadhan, harusnya kita menjadikan Al-Quran sebagai sumber inspirasi. Ia mengembalikan ingatan kita kepada masa diturunkannya dahulu, masa ia dipelajari, dan masa para salafush shalih dengan sungguh-sungguh memperhatikannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-Quran, karena pada hari Kiamat nanti ia akan menjadi penolong bagimu.”

“Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan yang mengajarkannya.”

“Bacalah dua kuntum keharuman, yaitu surah Al-Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya pada hari Kiamat nanti akan datang seperti dua awan atau seperti sekumpulan burung yang terbang berbaris yang menaungi pembacanya dari terik panas.”

Rasulullah SAW juga bersabda, “Orang yang membaca Al-Quran dan mahir dalam pembacaannya akan dibangkitkan bersama rombongan orang-orang yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Quran tapi tidak mahir akan memperoleh dua pahala.”
Sebuah syair mengatakan:

Aku mendengarmu, wahai Al-Quran
ketika malam telah larut
Kemuliaan sangatlah menggugah hati

Denganmu kami membebaskan dunia
sampai pagi menyongsong dengan cerah
Setelah itu kami berkeliling negeri
dan kami penuhi dengan pahala

Dalam buku Sekolah Ramadhan, Dr A’id Abdullah Al-Qarni menulis, “Rasulullah SAW sangat dekat dengan Al-Quran pada bulan Ramadhan. Beliau menghabiskan waktunya bersama Al-Quran, dan mempelajarinya dari Jibril.”

Al-Quran menempati posisi paling penting dalam kehidupan Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan mukjizat terbesar beliau. Allah SWT mengirim Al-Quran kepada Rasulullah SAW di dunia untuk menjadikannya mukjizat yang tidak tertandingi oleh mukjizat selainnya.

Mukjizat nabi-nabi lain berakhir begitu saja seiring dengan berakhirnya kehidupan nabi tersebut di dunia, sedangkan Al-Quran tidak demikian. Al-Quran akan tetap kekal abadi sepanjang masa.

Al-Quran adalah pembuka jalan dakwah Rasulullah SAW, menjadi dindingnya, menunjukkan kekuatannya, dan menjelaskan ajaran yang dibawanya dengan berkesinambungan, generasi demi generasi.

Rasulullah SAW selalu hidup bersama Al-Quran, dan beliau menjadikan kebanyakan waktu beliau untuk Al-Quran pada bulan Ramadhan.

Ketika ditanya bagaimana akhlaq Rasulullah SAW, Aisyah RA menjawab, “Akhlaqnya adalah Al-Quran.”
Dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah berkata kepadaku, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku!’

Aku menjawab, ‘Ya Rasulullah, bagaimana aku akan membacakan Al-Quran kepadamu sedangkan Al-Quran itu sendiri diturunkan kepadamu?’

Rasulullah SAW berkata lagi, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku, karena aku suka mendengarkan Al-Quran dari orang lain.’

Akhirnya aku membacakannya kepada beliau dan beliau pun mendengarkan dengan khusyu’.

Ketika aku sampai pada ayat yang berbunyi, ‘Maka bagaimanakah jika nanti Kami datangkan bagi setiap umat itu seorang saksi dan Kami jadikan engkau saksi atas mereka pula?’ (QS An-Nisa’: 41), Rasulullah SAW berkata, ‘Cukuplah hingga ayat ini.’

Waktu itu aku perhatikan, air mata beliau bercucuran. Ternyata Rasulullah SAW sangat terharu dengan ayat itu dan teringat kepada Allah SWT.”

Abu Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW kadang-kadang keluar pada waktu malam untuk mendengarkan bacaan-bacaan Al-Quran dari dalam rumah penduduk Anshar. Pada zaman itu rumah para sahabat diramaikan oleh bacaan Al-Quran, mereka menghabiskan malam dengan mentadabburi Al-Quran.

Belum ada waktu itu orang mengobrol ke sana-kemari tanpa manfaat. Pada malam hari mereka adalah ahli ibadah, sedangkan pada siang hari mereka adalah pejuang berkuda yang mati-matian meninggikan kalimah Allah.

Pada suatu malam Rasulullah SAW mendengar suara seorang perempuan tua membaca surah Al-Ghasyiyah. Beliau Rasulullah mendekati rumah itu dan mendekatkan kepalanya ke pintu untuk mendengarkan bacaan perempuan tua tersebut. Ternyata ia sedang membaca ayat Hal ataka haditsul ghasyiyah….. (Sudahkah datang kepadamu berita tentang hari pembalasan? – QS Al-Ghasyiyah: 1). Hari pembalasan, Kiamat, adalah peristiwa amata penting yang menakjubkan, ia adalah peristiwa besar yang bakal terjadi di dunia ini.

Mendengar bacaan itu, Rasulullah SAW merasa seolah bacaan itu tertuju kepadanya. Beliau larut dalam keharuan dan menangis sambil berkata lirih, “Ya, telah datang berita itu kepadaku.”

Lihatlah, sampai sejauh itu Rasulullah SAW tersentuh hatinya mendengar bacaan Al-Quran.

Dalam kitab Shahih Al-Bukhari juga disebutkan, Rasulullah SAW pernah mendatangi Ubay ibn Ka’ab RA yang selalu menghabiskan waktunya untuk mempelajari Al-Quran dan yang paling bagus bacaannya. Beliau berkata kepadanya, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membacakannya kepadamu ayat yang berbunyi Lam yakunilladzina kafaru min ahlil kitab…. (Orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan agama mereka sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata – QS Al-Bayyinah: 1).”

Ubay ibn Ka’ab berkata dengan nada heran, “Benarkah itu, ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya, Allah memerintahkan itu kepadaku dengan menyebut namamu.”

Berlinang air mata Ubay ibn Ka’ab mendengarnya.

Lalu Rasulullah SAW membacakan surah Al-Bayyinah itu sampai selesai.

Rasulullah SAW juga pernah berkata kepada Ubay, “Wahai Abu Al-Mundzir (panggilan untuk Ubay), tahukah engkau ayat yang mana yang paling agung di dalam Al-Quran?”

Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Rasulullah mengulangi pertanyaannya.

Ubay pun masih menjawab dengan jawaban sama.

Maka Rasulullah berkata, “Yakni ayat yang berbunyi Allahu la ilaha illa Huwal Hayyul Qayyum (ayat Kursi).”
Lantas beliau meletakkan tangannya di dada Ubay seraya berkata, “Mudah-mudahan ilmu dimudahkan bagimu, wahai Abu Al-Mundzir.”

Rasulullah SAW hidup bersama Al-Quran dengan cara membacanya, merenunginya, mengamalkannya, dan mengambil hukum darinya. Beliau selalu menjadikan Al-Quran itu sebagai bahan renungan dan peringatan.

Dalam hadits Abu Dzar disebutkan, Rasulullah SAW pada suatu malam bangun dari tidurnya untuk membaca Al-Quran. Ketika baru membaca Bismillahirrahmanirrahiim, beliau menangis tersedu-sedu. Bacaan basmalah itu beliau ulang-ulang terus dan air matanya terus bercucuran. Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya merugi orang-orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah.”

KEINDAHAN BAHASA AL-QURAN

Riwayat hidup Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan dengan jelas bahwa beliau tidak pernah ikut perlombaan karang-mengarang syair, membikin pidato, dan sebagainya, yang telah menjadi kebiasaan turun-temurun bangsa Arab pada umumnya di kala itu, terutama suku bangsanya sendiri, Quraisy.
Betul bahwa Rasulullah SAW sejak kecil sudah fasih, lancar lidahnya, tetapi kefasihan itu adalah sesuatu yang biasa bagi orang Arab.

Demikianlah keadaan pribadi Rasulullah sebelum diangkat menjadi rasul Allah atau sebelum beliau menerima wahyu Allah.

Kemudian setelah beliau menjadi rasul dan Al-Quran telah diturunkan sedikit demi sedikit, segala yang menjadi kebesaran bangsa Arab di kala itu berangsur-angsur lenyap. Mereka umumnya menjadi lemah menghadapi semangat yang menyala-nyala yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Quran, yang ketajaman susunan kata-katanya bisa menembus jiwa siapa pun yang mendengarkannya.

Di kala Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW, tidak sedikit bangsa Arab yang ahli dalam kesusastraan Arab yang ahli menyusun kata-kata untuk berpidato denga bahasa yang halus, fasih, dan indah. Begitu juga para penyairnya, sangatlah terkenal.

Namun apa yang terjadi setelah Al-Quran diturunkan? Tidak seorang pun yang dapat mengimbangi satu ayat pun dalam Al-Quran.

Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya melalui perantaraan Nabi-Nya, mereka yang menentang Al-Quran dipersilakan membuat satu ayat saja yang bisa mengimbangi atau yang serupa dengan ayat Al-Quran, tapi tidak satu pun mereka yang mampu menjawab tantangan tersebut.

Untuk mengetahui kehalusan dan keindahan bahasa Al-Quran itu bukan perkara mudah. Mereka yang belum pernah mempelajari bahasa Arab dengan sungguh-sungguh tentu tidak akan dapat membedakan kehalusan dan keindahan ayat-ayat Al-Quran dengan keindahan dan kehalusan bahasa Arab yang terkandung dalam kitab-kitab Arab umumnya.