Laman

Senin, 13 Desember 2010

Rasul pun Menangis

“Bulan Ramadhan itu yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185).

Al-Quran diturunkan ke langit dunia dari Lauh Al-Mahfuz pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan mendapat kemuliaan karena firman Allah SWT diturunkan pada bulan ini.

Oleh sebab itu Rasulullah SAW belajar Al-Quran bersama Jibril pada bulan Ramadhan. Setiap malamnya Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Jibril, mentadabburinya, membacanya, dan mengambil ibrah darinya. Rasulullah SAW hidup dengan Al-Quran dan menenteramkan hati dengannya.

Orang yang tengah berpuasa dan membaca Al-Quran, berarti telah menyatukan keintiman hubungan antara bulan Ramadhan dan Al-Quran, maka ia benar-benar hidup bersama Al-Quran. “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS Shaad: 29).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (QS Muhammad: 24).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa: 82).

Pada bulan Ramadhan, harusnya kita menjadikan Al-Quran sebagai sumber inspirasi. Ia mengembalikan ingatan kita kepada masa diturunkannya dahulu, masa ia dipelajari, dan masa para salafush shalih dengan sungguh-sungguh memperhatikannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-Quran, karena pada hari Kiamat nanti ia akan menjadi penolong bagimu.”

“Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan yang mengajarkannya.”

“Bacalah dua kuntum keharuman, yaitu surah Al-Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya pada hari Kiamat nanti akan datang seperti dua awan atau seperti sekumpulan burung yang terbang berbaris yang menaungi pembacanya dari terik panas.”

Rasulullah SAW juga bersabda, “Orang yang membaca Al-Quran dan mahir dalam pembacaannya akan dibangkitkan bersama rombongan orang-orang yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Quran tapi tidak mahir akan memperoleh dua pahala.”
Sebuah syair mengatakan:

Aku mendengarmu, wahai Al-Quran
ketika malam telah larut
Kemuliaan sangatlah menggugah hati

Denganmu kami membebaskan dunia
sampai pagi menyongsong dengan cerah
Setelah itu kami berkeliling negeri
dan kami penuhi dengan pahala

Dalam buku Sekolah Ramadhan, Dr A’id Abdullah Al-Qarni menulis, “Rasulullah SAW sangat dekat dengan Al-Quran pada bulan Ramadhan. Beliau menghabiskan waktunya bersama Al-Quran, dan mempelajarinya dari Jibril.”

Al-Quran menempati posisi paling penting dalam kehidupan Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan mukjizat terbesar beliau. Allah SWT mengirim Al-Quran kepada Rasulullah SAW di dunia untuk menjadikannya mukjizat yang tidak tertandingi oleh mukjizat selainnya.

Mukjizat nabi-nabi lain berakhir begitu saja seiring dengan berakhirnya kehidupan nabi tersebut di dunia, sedangkan Al-Quran tidak demikian. Al-Quran akan tetap kekal abadi sepanjang masa.

Al-Quran adalah pembuka jalan dakwah Rasulullah SAW, menjadi dindingnya, menunjukkan kekuatannya, dan menjelaskan ajaran yang dibawanya dengan berkesinambungan, generasi demi generasi.

Rasulullah SAW selalu hidup bersama Al-Quran, dan beliau menjadikan kebanyakan waktu beliau untuk Al-Quran pada bulan Ramadhan.

Ketika ditanya bagaimana akhlaq Rasulullah SAW, Aisyah RA menjawab, “Akhlaqnya adalah Al-Quran.”
Dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah berkata kepadaku, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku!’

Aku menjawab, ‘Ya Rasulullah, bagaimana aku akan membacakan Al-Quran kepadamu sedangkan Al-Quran itu sendiri diturunkan kepadamu?’

Rasulullah SAW berkata lagi, ‘Bacakan Al-Quran kepadaku, karena aku suka mendengarkan Al-Quran dari orang lain.’

Akhirnya aku membacakannya kepada beliau dan beliau pun mendengarkan dengan khusyu’.

Ketika aku sampai pada ayat yang berbunyi, ‘Maka bagaimanakah jika nanti Kami datangkan bagi setiap umat itu seorang saksi dan Kami jadikan engkau saksi atas mereka pula?’ (QS An-Nisa’: 41), Rasulullah SAW berkata, ‘Cukuplah hingga ayat ini.’

Waktu itu aku perhatikan, air mata beliau bercucuran. Ternyata Rasulullah SAW sangat terharu dengan ayat itu dan teringat kepada Allah SWT.”

Abu Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW kadang-kadang keluar pada waktu malam untuk mendengarkan bacaan-bacaan Al-Quran dari dalam rumah penduduk Anshar. Pada zaman itu rumah para sahabat diramaikan oleh bacaan Al-Quran, mereka menghabiskan malam dengan mentadabburi Al-Quran.

Belum ada waktu itu orang mengobrol ke sana-kemari tanpa manfaat. Pada malam hari mereka adalah ahli ibadah, sedangkan pada siang hari mereka adalah pejuang berkuda yang mati-matian meninggikan kalimah Allah.

Pada suatu malam Rasulullah SAW mendengar suara seorang perempuan tua membaca surah Al-Ghasyiyah. Beliau Rasulullah mendekati rumah itu dan mendekatkan kepalanya ke pintu untuk mendengarkan bacaan perempuan tua tersebut. Ternyata ia sedang membaca ayat Hal ataka haditsul ghasyiyah….. (Sudahkah datang kepadamu berita tentang hari pembalasan? – QS Al-Ghasyiyah: 1). Hari pembalasan, Kiamat, adalah peristiwa amata penting yang menakjubkan, ia adalah peristiwa besar yang bakal terjadi di dunia ini.

Mendengar bacaan itu, Rasulullah SAW merasa seolah bacaan itu tertuju kepadanya. Beliau larut dalam keharuan dan menangis sambil berkata lirih, “Ya, telah datang berita itu kepadaku.”

Lihatlah, sampai sejauh itu Rasulullah SAW tersentuh hatinya mendengar bacaan Al-Quran.

Dalam kitab Shahih Al-Bukhari juga disebutkan, Rasulullah SAW pernah mendatangi Ubay ibn Ka’ab RA yang selalu menghabiskan waktunya untuk mempelajari Al-Quran dan yang paling bagus bacaannya. Beliau berkata kepadanya, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membacakannya kepadamu ayat yang berbunyi Lam yakunilladzina kafaru min ahlil kitab…. (Orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan agama mereka sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata – QS Al-Bayyinah: 1).”

Ubay ibn Ka’ab berkata dengan nada heran, “Benarkah itu, ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya, Allah memerintahkan itu kepadaku dengan menyebut namamu.”

Berlinang air mata Ubay ibn Ka’ab mendengarnya.

Lalu Rasulullah SAW membacakan surah Al-Bayyinah itu sampai selesai.

Rasulullah SAW juga pernah berkata kepada Ubay, “Wahai Abu Al-Mundzir (panggilan untuk Ubay), tahukah engkau ayat yang mana yang paling agung di dalam Al-Quran?”

Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Rasulullah mengulangi pertanyaannya.

Ubay pun masih menjawab dengan jawaban sama.

Maka Rasulullah berkata, “Yakni ayat yang berbunyi Allahu la ilaha illa Huwal Hayyul Qayyum (ayat Kursi).”
Lantas beliau meletakkan tangannya di dada Ubay seraya berkata, “Mudah-mudahan ilmu dimudahkan bagimu, wahai Abu Al-Mundzir.”

Rasulullah SAW hidup bersama Al-Quran dengan cara membacanya, merenunginya, mengamalkannya, dan mengambil hukum darinya. Beliau selalu menjadikan Al-Quran itu sebagai bahan renungan dan peringatan.

Dalam hadits Abu Dzar disebutkan, Rasulullah SAW pada suatu malam bangun dari tidurnya untuk membaca Al-Quran. Ketika baru membaca Bismillahirrahmanirrahiim, beliau menangis tersedu-sedu. Bacaan basmalah itu beliau ulang-ulang terus dan air matanya terus bercucuran. Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya merugi orang-orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar